5 menit yang lalu masih terdengar suara tertawa-tawa Kaira (2tahun) dan Edo (4,5tahun). Dua orang kakak beradik tersebut memang sedang asyik bermain. Namun, apa yang terjadi beberapa menit kemudian memanh tidak bisa diperkirakan. Tawa Kaira berubah menjadi jeritan dan disusul tangisan.
Perhatian Felice yang sedang membaca majalah langsung beralih kepada putri bungsunya yang sedang menangis dengan seru sambil memegangi lengannya yang tampak bersemu merah. "Loh, kaira kenapa?" Pemilik franchise dari preschool berkurikulum internasional itu menghambur menghampiri bocah perempuan yang sekarang menangis sambil menunjuk-nunjuk kakaknya. "Dicubit sama Abang, ya?" ujarnya seraya menggendong dan menenangkan Kaira.
Di sebelahnya,Edo tampak ngotot sambil menggelengkan kepalanya dan berucap "Bukan aku Mama! Bukan aku yang nyubit." Padahal,ibu dari dua balita ini tahu betul kalau edo berusaha 'cuci tangan' dengan menyangkal apa yang dilakukannya.
Tidak ada anak yang terlahir dengan bakat pandai berbohong. Jika Anda sering kali mendapati si kecil berbohong, pasti ada alasan di balik dustanya. Dr.Victoria Talwar, assisten profesor di Montreal's McGill University,berujar, "Di usianya yang keempat,umumnya anak mulai melakukan eksperimen dengan berbohong untuk menghindari hukuman. Oleh karena itu, di mana ada kemungkinan akan dihukum, mereka berbohong. Jadi, jangan heran jika seorang anak berusia 3 tahun dengan santainya mengatakan ‘aku tidak memukulnya’ walaupun Anda melihat dengan mata kepala sendiri ia memukul temannya.
Menurut ahli perilaku kebohongan pada anak itu, banyak orang tua yang mengetahui anaknya berbohong dan berpikiran bahwa si anak masih terlalu kecil untuk mengerti bahwa kebohongan adalah hal yang salah san kebiasaan tersebut akan hilang dengan sendirinya seiring umur dan perkembangannya. Talwar justru menemukan fakta kebalikannya. “ia justru akan makin terbiasa untuk berbohong setiap kali ada kesempatan” tambahnya.
Kok Bohong, Nak?
Jenis kebohongan yang terlontar dari bibir mungilnya terkadang membuat anda tidak habis pikir. Mungkin bentuknya lebih pada perpaduan antara rasa gemas dengan ‘kagum’. Hal itu karena si anak bisa terpikir untuk mengatakan kebohongan tersebut mengingat usianya yang masih sangat muda.
Menurut Kimberly L. Keith, seorang pengasuh kolom pengasuhan anak di situs about.com, ada tiga hal bentuk kebohongan yang umumnya dilontarkan, yaitu :
1. Berbohong karena fantasi/khayalan.
Umumnya terjadi pada anak-anak yang berusia sangat dini. Sebenarnya, ia tidak bermaksud berbohong karena sesungguhnya apa yang dikatakan tersebut adalah perwujudan dari khayalannya. Mungkin Anda pernah mempunyai teman khayalan yang setia menemani ke mana-mana sewaktu kecil? Ini adalah salah satunya.
Lakukan: Pendekatan yang santai dengannya, ajak mengobrol mengenai khayalannya. Namun, biarkan ia tahu bahwa hal tersebut memang sekadar fantasi dan tidak sungguhan.
2. Berbohong karena tidak mau disalahkan.
Ini adalah tahap lanjut. Ungkapan seperti,”Bukan aku yang melakukannya!” sering kali merupakan perwujudannya. Misalnya, Anda melihatnya mencubit temannya hingga menangis dan ketika ditanya siapa yang melakukannya yang keluar adalah jawaban di atas. Hal itu dilakukannya untuk menghindari rasa bersalah dan cemas karena takut dimarahi ataupun dihukum.
Lakukan: Beri penjelasan dengan baik-baik bahwa yang Anda harapkan adalah kejujurannnya untuk mengatakan hal yang sebenarnya.
3. Berbohong kompulsif.
Kegiatan berbohongnya sudah menjadi lebih serius dan harus segeran ditangan dengan cara yang tepat. Banyak orang tua yang sudah bisa ‘mengendus’ kebohongan hanya dari sikap dan nonverbal buah hatinya. Namun, pada nak yang telah terbiasa melakukan kebohongan kompulsif, kebohongan akan sulit dideteksi karena mereka sudah lebih ‘lihai’.
Lakukan: Berikan konsekuensi jika ia berbohong. Misalnya, “Kalau kamu berbohong lagi, berarti hari Minggu nanti kita tidak jadi ke rumah Nenek ya” Biarkan ia berpikir ulang untuk melakukan kebohongan kompulsifnya.
Menanamkan Kejujuran
Lantas, apa yang harus dilakukan sebelum si kecil berkembang menjadi ‘pembohong profesional’? Berikut adalah saran dari Talwar dan Keith.
Untuk menghindarkannya dari kebiasan berbohong, sebaiknya jangan mengiming-iminginya dengan kebebasAndari hukuman jika ia tidak berbohong. Sebaiknya, justru anak harus mengetahui konsekuensi apa yang akan diterima oleh dirinya dan orang lain jika ia berdusta. Jelaskan konsekuensi yang diterimanya jika ia berbohong. Misalnya, orang lain akan tertimpa kesalahan akibat perbuatan yang dilakukannya dan orang akan kehilangan kepercayaan terhadap dirinya.
2. Ia bukan pembohong.
Jangan pernah menjulukinya pembohong. Memberinya label pembohong hanya akan membuatnya benar-benar merasa identik dengan berbohong dan tidak akan menghilangkan kebiasaannya.
3. Sabar.
Gunakan pendekatan baik-baik dan lembut. Jika Anda mendapatinya berbohong, jangan langsung marah. Talwar mencontohkan ucapan membujuk seperti “Benarkah itu Nak? Menurut Mama sih nggak begitu” sambil tersenyum tulus. Hal ini akan lebih menggugahnya untuk berkata jujur daripada dengan kalimat “Hayo! Jangan bohong! Mama tahu kamu bohong kan?”
4. Hargai kejujurannya.
Ini adalah inti dari ‘pelajaran’. “ketika ia berani berkata jujur walaupun itu berisiko membuatnya dimarahi ataupun menerima hukuman, hargai dan berikan pujian,” ujar Keith. Ungkapan seperti “Mama senang deh kamu nggak berbohong;”Mama memang lebih senang kalau kamu bilang yang sebenarnya”, akan menjadi respons positif yang menggugahnya untuk berusaha selalu mengatakan kebenaran.
Kejujuran adalah nilai yang harus ditanamkan sejak dini. Selain benih kejujuran harus ditanamkan dan disebarkan kepada buah hati, semua tentunya juga berawal dari Anda sendiri sebagai orang tua. Dengan catatan, Anda juga tidak sering berbohong kepadanya.
SUMBER: BUKU GROWING UP USIA 3-4 TAHUN KARYA PENERBIT METAGRAF
Komentar
Belum Ada Komentar