Mengapa Anak yang Merasa Didengarkan Lebih Cepat Melewati Fase Rengekan dan Kemarahan?


Setiap anak melalui fase perkembangan emosional yang ditandai dengan rengekan, kemarahan, atau perilaku agresif. Fase ini bukan tanda “nakal,” melainkan cara anak mengekspresikan diri saat kemampuan bahasanya belum berkembang sempurna. Namun, penelitian dalam perkembangan anak menunjukkan satu hal penting: cara orang dewasa merespons emosi anak berpengaruh langsung terhadap seberapa cepat fase-fase ini terlewati.

Salah satu faktor paling menentukan adalah apakah anak merasa didengarkan atau tidak.


Anak yang Merasa Didengarkan Cenderung Lebih Tenang

Ketika anak merasa bahwa suaranya diperhatikan, mereka tidak perlu “berjuang” keras untuk mendapatkan respons dari orang tua atau guru. Mereka merasakan bahwa:

  • emosi mereka valid,

  • apa yang mereka katakan penting,

  • dan orang dewasa benar-benar hadir untuk mereka.

Pemenuhan kebutuhan emosional ini membuat anak tidak lagi mencari perhatian melalui cara-cara ekstrem, seperti:

  • rengekan berkepanjangan,

  • teriakan,

  • tantrum,

  • atau perilaku agresif.

Mereka belajar bahwa mengungkapkan perasaan secara wajar sudah cukup untuk mendapatkan perhatian dan bantuan. Inilah yang membuat anak yang merasa didengarkan biasanya lebih cepat melewati fase-fase emosional yang intens.


Mengapa Anak yang Tidak Merasa Didengar Lebih Sering Tantrum?

Sebaliknya, anak yang merasa suaranya diabaikan akan berusaha memastikan dirinya diperhatikan. Jika cara halus tidak berhasil, anak akan menaikkan intensitas emosinya.

Bagi mereka, rengekan dan teriakan adalah “bahasa darurat”. Ketika anak merasa tidak didengar:

  • volume emosi dinaikkan agar orang dewasa berhenti dan merespons,

  • perilaku menjadi lebih ekstrem karena dianggap cara paling efektif,

  • dan pola ini dapat terbentuk menjadi kebiasaan dalam jangka panjang.

Dalam banyak kasus, anak tidak ingin berteriak atau tantrum. Mereka hanya belum menemukan cara lain untuk memastikan kebutuhannya diperhatikan.


Dampak Jangka Panjang: Terciptanya Kemampuan Regulasi Emosi

Ketika anak terbiasa merasa didengarkan sejak dini:

  • mereka tumbuh dengan rasa aman,

  • lebih mudah mengatur emosi,

  • lebih mampu menjelaskan apa yang mereka butuhkan,

  • dan memiliki hubungan yang lebih sehat dengan orang dewasa di sekitar mereka.

Sebaliknya, bila anak sering merasa tidak didengar, respons emosinya bisa menjadi lebih eksplosif dan bertahan hingga usia yang lebih besar.


Bagaimana Cara Membuat Anak Merasa Didengarkan?

Tidak perlu rumit. Beberapa langkah sederhana sudah sangat membantu, misalnya:

  1. Hentikan sejenak aktivitas dan tatap anak saat mereka berbicara.

  2. Validasi perasaan mereka, seperti “Kamu lagi sedih ya?” atau “Kamu kesal karena mainannya rusak?”

  3. Respons dengan tenang, bahkan ketika anak sedang marah.

  4. Bantu beri nama emosi, seperti marah, sedih, geli, takut, atau kecewa.

  5. Tawarkan solusi, tetapi tetap biarkan anak mengekspresikan diri terlebih dahulu.

Ketika anak merasa aman untuk mengungkapkan dirinya, mereka cenderung tidak perlu melakukan “eskalasi emosi”.



Anak yang merasa didengarkan memiliki kebutuhan emosional yang terpenuhi lebih cepat. Hal ini membuat mereka tidak perlu mengekspresikan diri melalui cara-cara ekstrem seperti rengekan, teriakan, atau tantrum.
Sebaliknya, anak yang merasa diabaikan akan menaikkan intensitas emosinya karena itu satu-satunya cara yang mereka tahu untuk mendapatkan perhatian.

Dengan memberikan ruang bagi suara mereka—meski kecil, tidak teratur, atau penuh emosi—orang tua dan pendidik sedang membantu anak membangun fondasi regulasi emosi yang kuat untuk masa depan.