Kebutuhan Emosional Yang Mengendalikan Perilaku Anak


PHOTO BY PIXABAY


Anak-anak dan remaja lebih banyak dikendalikan oleh emosi-emosi mereka daripada pemikiran rasional dan logis. Emosi-emosi ini menjelaskan mengapa anak-anak dan remaja berperilaku demikian, termasuk perilaku yang tampaknya merusak diri sendiri. Jadi jika kita ingin memotivasi mereka untuk melakukan sesuatu, kita harus memahami emosi-emosi yang mengendalikan mereka. Setelah tahu emosi-emosi itu, kita dapat memanfaatkannya untuk mengarahkan pikiran dan perilaku mereka dengan efektif.


Emosi #1 dan # 2 : Kebutuhan Rasa Dicintai dan Diterima

Salah satu kebutuhan terkuat adalah kebutuhan rasa dicintai dan diterima. Jauh di dalam diri mereka, semua anak sangat mengharapkan dicintai dan diakui oleh orang-orang di sekitar mereka.

Kebutuhan seorang remaja untuk diterima dan dicintai mendorong mereka bergabung dengan kelompok-kelompok sebayanya, menyesuaikan diri dengan aturan-aturan sosial, menjalin pertemanan, terlibat dengan lawan jenis dan meniru perilaku teman teman mereka.

Tangki cinta yang penuh menjadikan anak positif, bahagia dan termotivasi

Psikolog Dr. Gary Chapman (dalam bukunya ‘lima bahasa cinta’) mengatakan kita semua memiliki tangki cinta psikologis  di dalam diri kita. Jika seorang anak dilimpahi cinta dan terus diakui oleh orang-orang di sekitar mereka, dia akan memiliki tangki cinta yang PENUH.

Anak yang tangki cintanya PENUH  akan merasa suka pada dirinya dan memiliki harga dan kepercayaan diri yang tinggi. Ini diterjemahkan menjadi anak yang bahagia, positif, dan termotivasi.

Tangki cinta yang kosong membawa masalah perilaku

Jika seseorang tidak merasa dicintai dan terus menghadapi penolakan atau kritik, tangki cintanya akan ‘kosong’. Anak yang tangki cintanya kosong cenderung penuh kebencian, negatif, tidak peduli. Ini mengarahkan pada masalah perilaku seperti bergaul dengan teman-teman yang buruk atau apatis terhadap banyak hal dalam hidup mereka sehari-hari. Pada dasarnya sikap anak : “ kenapa saya harus peduli? Tidak seorang pun peduli pada saya?”

Apa yang menguras tangki cinta anak-anak anda

Banyak orang tua cenderung melakukan hal-hal berikut karena cinta dan peduli. Sayangnya, semua itu justru yang menguras tangki cinta anak-anak mereka, membuat mereka merasa tidak dicintai, ditolak dan tidak diterima.

1.   Membandingkan Mereka Dengan Saudara Kandung dan Anak Lain.

Ketika kita mengatakan :

“mengapa kamu tidak bisa menjaga kebersihan kamarmu seprti kakakmu?”

“kenapa kamu tidak bisa menulis rapi seperti orang-orang lain?”

“kenapa kamu tidak lebih giat  dalam belajar seperti kakakmu?”

Anak-anak akan merasa ditolak, tidak diterima dan tidak dicintai. Mereka akan berpikir “ibu lebih sayang pada kakak daripada saya. Saya tidak cukup baik untuk orang tua saya. Mereka lebih suka sayan menjadi orang lian. Mereka tidak menerima diri saya apa adanya.”

2.   Mengkritik dan Mencari Kesalahan

Banyak orang tua berusaha mengubah perilaku anak mereka dengan terus menerus mengkritik perilakunya dan memberitahu kesalahan-kesalahan mereka.

“apa yang salah denganmu?” “kenapa kamu tidak dapat melakukan sesuatu dengan benar?”

“mengapa kamu selalu malas?” “lagi-lagi kamu tidak mematikan lamu! Mengapa kamu selalu begitu?” “ masalahmu adalah tidak pernah mendengarkan!”

Tentu saja pendekatan ini tidak hanya membuat anak merasa tidak dicintai dan ditolak, tetapi juga marah dan benci.

3.   Kekerasan Fisik dan Verbal

Tidak perlu dikatakan lagi, kekerasan fisik seperti menampar dan memukul serta kekerasan verbal seperti menghina dan memberi label (misalnya “kamu bodoh ya?” “kamu memang pemalas!” “dasar idiot!”) lebih meguras tangki cinta mereka.

Bahayanya adalah jika anak-anak merasa tidak dicintai dan tidak diterima di rumah oleh orang tua mereka, mereka akan mencarinya di semua tempat yang salah. Anak-anak akan melakukan apa saja untuk merasakan cinta dan penerimaan yang mereka dambakan, walaupun membahayakan mereka. Kebutuhan untuk mengisi tangki mereka dengan cinta dan penerimaan yang mendorong anak-anak bergabung dengan geng, menjadi sasaran pengaruh negatif, memkai obat-obatan, merokok, terlibat dalam hubungan seksual sebelum menikah dan mencari perhatian dengan cara yang salah.


Emosi #3 dan #4 : Kebutuhan Merasa Penting dan Diakui

Selain butuh dicintai dan diterima, anak-anak dan remaja memiliki keinginan besar untuk meraa penting dan diakui oleh orang lain. semua anak mendambakan menjadi ‘seseorang’ daripada ‘bukan siapa-siapa’.

Kebutuhan untuk merasa penting dan diakui mendorong anak membantu yang lain, suka rela, ingin meraih nilai tertinggi, ikut berkompetisi dan menjadi pemimpin murid.

Apakah anda membuat anak-anak anda merasa ‘penting’ atau seperti ‘bukan siapa-siapa’?

Kebanyakan remaja tidak menikmati bepergian dengan keluarga mereka atau mengerjakan tugas hanya karena karena mereka tidak merasa penting melakukannya. Beberapa anak jadi terus merasa kecil dan tidak berarti jika orang tua mereka memberitahu yang harus mereka lakukan, mengkritik gagasan mereka, merendahkan dan membandingkan.

         “habiskan makanmu!”, “ayo belajar!”, “pakai bajumu sendiri!”

         “lakukan karena saya bilang lakukan ... saya ibumu!”

“itu hal bodoh untuk dilakukan”

“Rambutmu berantakan .. sana, sisir rambutmu!”

Orang tua yang sangat efektif tahu cara memotivasi anak-anak mereka untuk mau membantu tugas dalam keluarga dan membuat keputusan yang benar dengan membuat mereka merasa penting melakukannya.


Emosi #5 : Kebutuhan Merasa Mandiri

Kebutuhan emosional yang kelima dari semua anak-anak (terutama remaja) adalah kebutuhan merasa mandiri. seiring pertumbuhan anak, instingnya mulai mencari identitas diri sambil berusaha membangun kemandirian dari orang tua. Proses perkembangan ini menciptakan kebutuhan emosional untuk BEBAS dan MANDIRI.

Itulah sebabnya anak-anak tidak mau didikte apa yang harus dilakukannya dan cara berpikirnya. Mereka merasa tidak ‘keren’ mendengarkan orang tua. Dengan mendengarkan nasihat orang tua, mereka merasa diperlakukan seperti anak kecil. Ini menjelaskan mengapa anak-anak lebih mendengarkan teman dan paman/bibi yang masih muda daripada orang tua mereka sendiri.

Ketika orang tua menggunakan kata-kata seperti “saya ingin kamu ..” atau “kamu harus ..”, anak-anak merasa kebebasan mereka dihalangi dan kehilangan kendali atas hidupnya sendiri. Jika anak-anak dipaksa belajar dan mereka tidak punya pilihan, serta tidak dibiarkan berpikir sendiri, mereka akan menjadi benar-benar tidak peduli atau pemberontak.

Jadi, apakah artinya kita tidak boleh memberi nasihat? Haruskah kita memberi mereka kebebasan penuh untuk berbuat sesuka mereka? TENTU SAJA TIDAK! Sebagai orang tua, kita ingin membimbing anak-anak agar tidak membuat kesalahan yang sama dengan kita. Untungnya ada suatu carauntuk membimbing anak-anak kita membuat keputusan yang tepat TANPA mendikte mereka.

Orang tua efektif tahu rahasia memengaruhi perilaku anak-anak mereka tanpa membuatnya tampak seperti memaksakan nasihat. Jika anak-anak merasa mereka belajar dan bekerja keras untuk dirinya sendiri dan bukan untuk kita, mereka akan lebih bersemngat dan termotivasi.


SUMBER: BUKU MEMBENTUK ANAK MENJADI SEORANG PEMENANG DAN GENIUS KARYA ELEX MEDIA KOMPUTINDO