RETARDASI MENTAL BAGIAN 2


Retardasi mental merupakan suatu kelainan mental seumur hidup, diperkirakan lebih dari 120 juta orang di seluruh dunia menderita kelainan ini. Oleh karena itu retardasi mental merupakan masalah di bidang kesehatan masyarakat, kesejahteraan sosial dan pendidikan baik pada anak yang mengalami retardasi mental tersebut maupun keluarga dan masyarakat. Retardasi mental merupakan suatu keadaan penyimpangan tumbuh kembang seorang anak sedangkan peristiwa tumbuh kembang itu sendiri merupakan proses utama, hakiki, dan khas pada anak serta merupakan sesuatu yang terpenting pada anak tersebut.

Prevalens retardasi mental pada anak-anak di bawah umur 18 tahun di negara maju diperkirakan mencapai 0,5-2,5% , di negara berkembang berkisar 4,6%. Insidens retardasi mental di negara maju berkisar 3-4 kasus baru per 1000 anak dalam 20 tahun terakhir. Angka kejadian anak retardasi mental berkisar 19 per 1000 kelahiran hidup. Banyak penelitian melaporkan angka kejadian retardasi mental lebih banyak pada anak laki-laki dibandingkan perempuan.

8.1  Definisi Mental Retarded

Retardasi mental adalah kemampuan intelektual yang rendah, yang muncul sebelum umur 18 tahun, dan mengganggu proses perkembangan dan kemampuan normal fungsi pada perilaku adaptif (DSM – IV TR). 

Retardasi mental adalah gangguan yang telah tampak sejak masa anak-anak dalam bentuk fungsi intelektual dan adaptif yang secara signifikan berada dibawah rata-rata (Luckasson,1992, dalam Durand 2007)

Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-III (PPDGJ III)  retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial.

8.2  Karakteristik Mental Retarded

Menurut DSM IV – TR kriteria diagnostik Retardasi Mental adalah:

1.      Penurunan fungsi intelektual secara signifikan, IQ sama atau kurang dari 70.

2.      Kegagalan fungsi adaptive sekurang – kurangnya dua area yaitu meliputi komunikasi, self care, home living, kemampuan sosial / interpersonal, kemampuan fungsi akademis, kerja, kesehatan, dan keamanan.

3.      Onset terjadi sebelum umur 18 tahun. 

 

Menurut Ormroad, siswa retardasi mental cenderung memperlihatkan banyak atau semua dari karakteristik-karakteristik berikut ini:

1.    Hasrat yang tulus untuk menjadi bagian dari sekolah dan merasa cocok berada disekolah.

2.    Kurangnya pengetahuan umum mengenai dunia.

3.    Keterampilan membaca dan berbahasa yang buruk.

4.    Kurang atau bahkan sama sekali tidak memiliki strategi-strategi belajar dan strategi memori yang efektif.

5.    Kesulitan melengkapi detail-detail ketika intruksi yang diberikan tidak lengkap atau ambigu.

6.    Kesulitan memahami gagasan abstrak.

7.    Kesulitan menggeneralisasi sesuatu yang dipelajari dalam suatu situasi ke situasi baru.

8.    Keterampilan motorik yang rendah.

9.    Perilaku bermain dan keterampilan interpersonal yang tidak matang

 

Menurut PPDGJ

1.      IQ berkisar antara 50 sampai 69 menunjukan retardasi mental ringan

2.      Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat pada berbagai tingkat, dan masalah kemampuan berbicara yang mempengaruhi perkembangan kemandirian dapat menetap sampai dewasa.

Walaupun mengalami keterlambatan dalam kemampuan bahasa tetapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan berbicara untuk keperluan sehari-hari. Kebanyakan juga dapat mandiri penuh dalam merawat diri sendiri dan mencapai keterampilan praktis dan keterampilan rumah tangga, walaupun tingkat perkembangannya agak lambat daripada normal.

Kesulitan utama biasanya tampak dalam pekerjaan sekolah yang bersifat akademik dan banyak masalah khusus dalam membaca dan menulis.

3.      Etiologi organik hanya dapat diidentifikasi pada sebagian kecil penderita.

4.      Keadaan lain yang menyertai seperti autism, gangguan perkembangan lain, epilepsy, gangguan tingkah laku, atau disabilitas fisik dapat ditemukan dalam berbagai proporsi. Bila terdapat gangguan demikian, maka harus diberi kode diagnosis tersendiri.

8.3  Klasifikasi Mental Retarded

1.      Mild Mental Retardation : retardasi mental ringan/mild dengan IQ=50-55 sampai 70. Penderita retardasi mental ringan berada dalam taraf pemahaman penggunaan bahasa yang cenderung terlambat termasuk kemampuannya dalam berbicara yang resmi sehingga akan mengganggu kemandiriannya. Ditemukan juga keterlambatan sensori-motorik minimal yang sulit dibedakan dengan orang yang normal Mereka masih mampu dilatih keterampilan sosial dan komunikasi.. Penderita masih mampu belajar (akademik) sampai lebih kurang kelas 6 Sekolah Dasar.

2.         Moderate Mental Retardation : retardasi mental sedang/moderate dengan IQ antara 35-40 sampai 50-55. Penderita retardasi mental sedang mampu bicara atau berkomunikasi tetapi sulit bersosialisasi dan memerlukan pengawasan cukup. Penderita retardasi mental sedang ini memiliki tingkat perkembangan bahasa bervariasi, ada yang dapat mengikuti percakapan sederhana, ada pula yang tidak. Ada yang tidak pernah mampu belajar mempergunakan bahasa, meskipun mungkin mereka dapat mengerti instruksi sederhana dan belajar menggunakan isyarat tangan disebut juga kelompok imbesil.

3.         Severe Mental Retardation : retardasi mental berat/severe dengan IQ antara 20-25 sampai 35 - 40. Penderita retardasi mental berat mengalami kesulitan berkomunikasi dan gangguan perkembangan motorik yang mencolok atau defisit lain yang menyertainya. Kondisi seperti ini menunjukkan adanya kerusakan atau penyimpangan perkembangan yang bermakna secara klinis dari susunan syaraf pusat.

4.         Profound Mental Retardation : retardasi mental sangat berat/profound dengan IQ kurang dari 20 dan 25. Pada penderita retardasi mental sangat berat fungsi sensori-motoriknya minimal. Pada kondisi ini, penderita sangat terbatas kemampuannya untuk memahami atau memenuhi instruksi yang diberikan, penggunaan bahasa sangat terbatas, paling-paling hanya mengerti perintah dasar dan mengajukan permohonan sedrehana. Sebagian besar dari mereka tidak dapat bergeak atau sangat terbatas dalam gerakannya. Hanya mampu berkomunikasi nonverbal yang belum sempurna. Penderita hampir tidak memiliki kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri akan kebutuhan dasarnya dan mereka setiap waktu memerlukan bantuan, perawatan dan pengawasan.

Berdasarkan DSM-IV-TR, terdapat beberapa klasifikasi retardasi mental yaitu:

Klasifikasi

IQ

Keterangan

Ekspektasi Pendidikan

Retardasi mental berat sekali (profound)

dibawah 20 atau 25

Biasanya tidak dapat berjalan, berbicara atau memahami.

Biasanya tidak mampu belajar walaupun mempunyai kemampuan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Keinginan biasanya membutuhkan perhatian yang penuh dan pengawasan untuk waktu seumur hidup.

Retardasi mental berat (severe)

Sekitar 20-25 sampai 35-40

Dapat dilatih meskipun agak lebih susah dibandingkan dengan anak retardasi mental moderat.

Kemampuan belajar hanya pada area bantu diri seperti mandi, buang air, kemampuan terbatas dalam bidang akademik. Kemampuan penyesuaian sosial biasanya terbatas hanya pada anggota keluarga atau orang yang dikenal lainnya. Kemampuan kerja biasanya dapat terlihat ketika bekerja dibawah setting workshop atau naungan suatu lembaga tertentu.

Retardasi mental moderat (moderate)

Sekitar 35-40 sampai 50-55

Mengalami kelambatan  dalam belajar berbicara dan kelambatan dalam mencapai tingkat perkembangan lainnya (misalnya duduk dan berbicara). Dengan latihan dan dukungan dari lingkungannya, mereka dapat hidup dengan tingkat kemandirian tertentu.

Dapat mengikuti sekolah sampai kelas dua sampai kelas lima. Dalam hal penyesuaian sosial menampakkan kemandirian dalam komunitas. Dalam hal kemampuan kerja harus didukung secara penuh atau hanya secara parsial.

Retardasi mental ringan (mild)

Sekitar 50-55 sampai 70

Bisa mencapai kemampuan membaca sampai kelas 4-6.

Dapat mempelajari kemampuan pendidikan dasar yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka memerlukan pengawasan dan bimbingan serta pelatihan dan pendidikan khusus.

Borderline

Sekitar 70 sampai 89

Penyesuaian sosial yang tidak berpola akan berbeda dengan populasinya walaupun pada segmen yang lebih bawah penyesuaiannya akan baik, dalam arti lain perkembangan anak dalam penyesuaian sosial akan berbeda dengan teman-teman seusianya yang normal.

Mampu mengikuti kegiatan sekolah sampai pada jenjang tertentu yang dapat dicapai tidak sesuai dengan tahapan usia kalender. Memperoleh kepuasan kerja dibidang non-teknis yang disertai dengan dukungan diri yang penuh bila diperlukan

 

8.4              Klasifikasi Mental Retardated (Berdasarkan keperluan pembelajaran)

Pengklasifikasian / penggolongan anak tunagrahita untuk keperluan pembelajaran menurut America Association on Mental Retardation dalam Spesial Education in Ontario Schools (p. 100) sebagai berikut :

1.      Educable

Anak pada kelompok ini masih mempunyai kemampuan dalam akademik setara dengan anak reguler pada kelas 5 sekolah dasar.

2.      Trainable

Mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri, pertahanan diri, dan penyesuaian sosial. Sangat terbatas kemampuan untuk pendidikan secara akademik.

3.      Custodial

Dengan pemberian latihan yang terus menerus dan khusus, dapat melatih anak tentang dasardasar car menolong diri sendiri dan kemampuan yang bersifat komunikatif. Hal ini biasanya memerlukan pengawasan dan dukungan terus menerus.

Sedangkan penggolongan tunagrahita untuk keperluan pembelajaran menurut B3PTKSM (P. 26) sebagai berikut :

1. Taraf perbatasan (border line) dalam pendidikan disebut sebagai lamban belajar ( slowlearner) dengan IQ 70 – 85

2. Tunagrahita mampu didik (educable mentally) retarded dengan IQ 50 – 75

3. Tunagrahita mampu latih ( dependent of proudlley retarded) dengan IQ 30 – 50 atau IQ 3 - 55

4. Tunagrahita butuh rawat ( dependent of proudlly mentally retarded) dengan IQ 25 – 30.

8.5  Penyebab Retardasi Mental

a.    Faktor Prenatal

Penggunaan berat alkohol pada perempuan hamil dapat menimbulkan gangguan pada anak yang mereka lahirkan yang disebut dengan Fetal Alcohol Syndrome. Faktor-faktor prenatal lain yang memproduksi retardasi mental adalah ibu hamil yang menggunakan bahan-bahan kimia, dan nutrisi yang buruk. (Durand, 2007). Penyakit ibu yang juga menyebabkan retardasi mental adalah sifilis, cytomegalovirus, dan herpes genital. Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen dan cidera kepala, menempatkan anak pada resiko lebih besar terhadap gangguan retardasi mental. Kelahiran premature juga menimbulkan resiko retardasi mental dan gangguan perkembangan lainnya. Infeksi otak, seperti encephalitis dan meningitis juga dapat menyebabkan retardasi mental. Anak-anak yang terkena racun, seperti cat yang mengandung timah, juga dapat terkena retardasi mental. (Nevid, 2003).

 

b.    Faktor Psikososial

Seperti lingkungan rumah atau sosial yang miskin, yaitu yang tidak memberikan stimulasi intelektual, penelantaran, atau kekerasan dari orang tua dapat menjadi penyebab atau memberi kontribusi dalam perkembangan retardasi mental. (Nevid, 2002).  Anak-anak dalam keluarga yang miskin mungkin kekurangan mainan, buku, atau kesempatan untuk berinteraksi dengan orang dewasa melalui cara-cara yang menstimulasi secara intelektual akibatnya mereka gagal mengembangkan keterampilan bahasa yang tepat atau menjadi tidak termotivasi untuk belajar keterampilan-keterampilan yang penting dalam masyarakat kontemporer. Beban-beban ekonomi seperti keharusan memiliki lebih dari satu pekerjaan dapat menghambat orang tua untuk meluangkan waktu membacakan buku anak-anak, mengobrol panjang lebar, dan memperkenalkan mereka pada permainan kreatif. Lingkaran kemiskinan dan buruknya perkembangan intelektual dapat berulang dari generasi ke generasi (Nevid, 2002).

Kasus yang berhubungan dengan aspek psikososial disebut sebagai retardasi budaya-keluarga (cultural-familial retardation). Pengaruh cultural yang mungkin memberikan kontribusi terhadap gangguan ini termasuk penganiayaan, penelantaran, dan deprivasi sosial (Durand, 2007).

 

c.       Faktor Biologis

1.    Pengaruh genetik

Kebanyakan peneliti percaya bahwa di samping pengaruh-pengaruh lingkungan, penderita retardasi mental mungkin dipengaruhi oleh gangguan gen majemuk (Abuelo, 1991, dalam Durand, 2007). Salah satu gangguan gen dominan yang disebut tuberous sclerosis, yang relatif jarang, muncul pada 1 diantara 30.000 kelahiran. Sekitar 60% penderita gangguan ini memiliki retardasi mental (Vinken dan Bruyn, 1972, dalam Durand 2007).  Phenyltokeltonuria (PKU) merupakan gangguan genetis yang terjadi pada 1 diantara 10.000 kelahiran (Plomin, dkk, 1994, dalam Nevid, 2002). Gangguan ini disebabkan metabolisme asam amino Phenylalanine yang terdapat pada banyak makanan.

 

2.    Pengaruh kromosomal

Jumlah kromosom dalam sel-sel manusia yang berjumlah 46 baru diketahui 50 tahun yang lalu (Tjio dan Levan, 1956, dalam Durand, 2007). Tiga tahun berikutnya, para peneliti menemukan bahwa penderita Sindroma Down memiliki sebuah kromosom kecil tambahan. Semenjak itu sejumlah penyimpangan kromosom lain menimbulkan retardasi mental telah teridentifikasi yaitu Down syndrome dan Fragile X syndrome.

Sindroma down, merupakan bentuk retardasi mental kromosomal yang paling sering dijumpai, di identifikasi untuk pertama kalinya oleh Langdon Down pada tahun 1866. Gangguan ini disebabkan oleh adanya sebuah kromosom ke 21 ekstra dan oleh karenanya sering disebut dengan trisomi 21. (Durand, 2007). Anak retardasi mental yang lahir disebabkan oleh faktor ini pada umumnya adalah Sindroma Down atau Sindroma mongol (mongolism) dengan IQ antar 20 – 60, dan rata-rata mereka memliki IQ 30 – 50. (Wade, 2000, dalam Nevid 2003).

Fragile X syndrome merupakan tipe umum dari retardasi mental yang diwariskan. Gangguan ini merupakan bentuk retardasi mental paling sering muncul setelah sindrom down (Plomin, dkk, 1994, dalam Nevid, 2003). Gen yang rusak berada pada area kromosom yang tampak rapuh, sehingga disebut Fragile X syndrome. Sindrom ini mempengaruhi laki-laki karena mereka tidak memiliki kromosom X kedua dengan sebuah gen normal untuk mengimbangi mutasinya.


Penyebab retardasi mental dibagi menjadi beberapa kelompok:

a)  Trauma (sebelum dan sesudah lahir): pendarahan intrakranial sebelum atau sesudah lahir; cedera hipoksia (kekurangan oksigen) sebelum, selama atau sesudah lahir; cedera kepala yang berat.

b)      Infeksi (bawaan dan sesudah lahir) : Rubella kongenitalis meningitis,  infeksi sitomegalovirus bawaan, Ensefalitis, Toksoplasmosis kongenitalis, Listeriosis, infeksi HIV.

c)  Kelainan kromosom : kesalahan pada jumlah kromosom (Sindroma Down), defek pada kromosom (sindroma X yang rapuh, sindroma Angelman, sindroma Prader-Will).

d)     Kelainan genetik dan kelainan metabolic yang diturunkan : Galaktosemia, penyakit Tay-Sachs, Fenilketoniria, Sindroma Hunter,Sindroma Hurler,Sindroma Santifilipo, Leukodistrofi metakromatik, Adrenoleukodistrofi,Sindroma Lesch-Nyhan,Sindroma Rett,Sklerosistuberosa.  

e)       Metabolik: Sindroma Reye, Dehidrasi hipernatrenik, Hipotiroid kongenital, Hipoglikemia (Diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik).

f)      Keracunan: pemakaian alkohol, kokain, amfetamin dan obat lainnya pada ibu hamil; keracunan metilmerkuri, keracunan timah hitam.

h)      Gizi: Kwashiorkor, Marasmus, Malnutrisi.

i)        Lingkungan: kemiskinan, status ekonomi rendah, sindroma deprivasi.